Posts

Showing posts from 2013

Produktivitas Riil dan Imbalan Riil Buruh

Image
Tulisan ini berangkat dari beberapa kritik atas tulisan saya sebelumnya, “Produktivitas Buruh Meningkat, Upah Riil Stagnan.” [1] Dalam tulisan itu, saya membandingkan produktivitas tenaga-kerja dan upah riil dengan menggunakan data BPS. Beberapa kritik tersebut menyatakan bahwa angka produktivitas yang saya gunakan adalah angka nominalnya, bukan angka riilnya. Dan produktivitas nominal tidak bisa dibandingkan dengan upah riil, karena produktivitas nominal belum dikoreksi dengan inflasi, sementara upah riil sudah dikoreksi dengan inflasi. Yang bisa dibandingkan dengan upah riil adalah produktivitas riil.

Perjuangan Upah dan Kapitalisme

Judul: Value, Price and Profit Sumber: Wage-Labour and Capital & Value, Price and Profit Penulis: Karl Marx Penerbit: International Publishers, New York, 1976 Tebal: 62 hlm. Kaum buruh Indonesia baru saja melakukan Mogok Nasional pada 31 Oktober – 1 November 2013. Tuntutan utama mereka, kenaikan upah minimum secara nasional minimal 50 persen dan UMP DKI Jakarta Rp. 3,7 juta. Meski Mogok Nasional sudah selesai, tetapi aksi-aksi untuk menuntut kenaikan upah masih berlanjut. Sampai tulisan ini dibuat, belum semua provinsi, apalagi kota atau kabupaten, menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Di daerah-daerah yang sudah menetapkan upah minimum pun, ada juga yang penetapannya masih ditolak oleh kaum buruh di daerah yang bersangkutan. Contohnya, UMP DKI Jakarta sebesar Rp. 2,4 juta yang masih ditolak oleh para buruh di Jakarta.

Konflik Agraria dan Negara Kaum Pemodal

Konflik agraria semakin hari, semakin meningkat. Data Konsorsium Pembaruan Agraria [1] mencatat bahwa pada tahun 2010, setidaknya terdapat 106 konflik agraria di Indonesia dengan luas lahan sengketa sebesar 535.197 hektar. Pada tahun 2011, jumlah konflik agraria meningkat menjadi 163 konflik, meski luas lahan yang disengketakan sedikit lebih kecil, yaitu 472.048,44 hektar. Sementara pada tahun 2012, jumlah konflik agraria meningkat lagi menjadi 198 konflik dengan luas lahan yang semakin besar, yaitu 963.411,2 hektar. Selama kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak tahun 2004 sampai sekarang, sudah terjadi 618 konflik agraria di Indonesia dengan luas lahan sengketa sebesar 2.399.314,49 hektar.

Upah Murah: Penyebab dan Solusinya

Tidak lama lagi kaum buruh Indonesia akan melakukan Mogok Nasional. Salah satu tuntutan utama mereka adalah kenaikan upah minimum. Ada yang menuntut kenaikan upah minimal 50%; ada juga yang menuntut kenaikan upah 60%. Wajar jika kaum buruh menuntut kenaikan upah tinggi, karena selama ini kontribusi mereka terhadap ekonomi Indonesia terus meningkat, sementara upah riil mereka stagnan. [1] Upah murah memang merupakan sebuah masalah kronis di Indonesia. Pertanyaannya, apa penyebab dari upah murah di Indonesia?

Kenapa Inpres No. 9 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum Harus Dicabut?

Pada 27 September 2013, Presiden SBY mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja. [1] Dilihat dari waktu keluarnya, Inpres ini tampaknya merupakan salah satu tindak lanjut dari “Paket Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan Ekonomi," [2] yang dikeluarkan pemerintah pada 23 Agustus 2013 sebagai respon terhadap krisis anjloknya nilai tukar Rupiah.

Kenaikan Upah Minimum 50% Itu Rasional

Image
Saat ini, kaum buruh sedang melakukan perjuangan menuntut kenaikan upah minimum 2014 sebesar 50% dan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Rp3,7 juta. Para pengusaha pun menentang tuntutan kenaikan upah tersebut. Salah satu alasan mereka, tuntutan kenaikan upah 50% itu tidak rasional dan bisa menyebabkan PHK. Krisis mata uang Rupiah yang saat ini sedang melanda Indonesia pun dijadikan alasan. Muncul wacana yang mencitrakan buruh sebagai pihak yang memaksakan kehendak dan egois. Pertanyaannya, betulkah kenaikan upah minimum 50% itu tidak rasional?

Produktivitas Buruh Meningkat, Upah Riil Stagnan

Image
-------------------------------------------------------------------------------- Catatan: Tulisan ini kurang tepat, karena membandingkan produktivitas nominal dengan upah riil. Seharusnya, upah riil dibandingkan dengan produktivitas riil, dan bukan produktivitas nominal. Untuk tulisan yang mengkoreksi tulisan ini dan membandingkan produktivitas riil dengan imbalan riil buruh, lihat "Produktivitas Riil dan Imbalan Riil Buruh" . -------------------------------------------------------------------------------- Menjelang akhir tahun, kaum buruh kembali disibukkan oleh perjuangan kelas paling dasar untuk menentukan upah minimum di tahun berikutnya. Saat ini, mereka menuntut kenaikan upah minimum 2014 sebesar 50% dan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Rp3,7 juta. Seperti biasa, para pemodal pun menentang tuntutan kenaikan upah dari buruh dengan berbagai alasan.

Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya

Image
Sejak Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen. [1] Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:

Enam Negara dengan Ekonomi Terbesar di Dunia

Berdasarkan data Bank Dunia tentang Pendapatan Domestik Bruto (Gross Domestic Product atau GDP) menurut pengeluaran (konstan 2000 US$) pada 2012, Amerika Serikat (AS) adalah negara dengan GDP tertinggi sebesar US$13,5 triliun. Ia diikuti secara berturut-turut oleh Jepang dengan GDP US$4,7 triliun; Cina dengan GDP US$4,5 triliun; Jerman dengan GDP US$3,1 triliun; Inggris dengan GDP US$2,4 triliun, dan Perancis dengan GDP US$2,3 triliun. Perkembangan PDB mereka selama periode 2000-2012 dapat dilihat dalam grafik di bawah ini:

Imperialisme Sebagai Tahap Monopoli dari Kapitalisme

Judul: Imperialism, The Highest Stage of Capitalism: A Popular Outline Sumber: Collected Works , Jilid 22 Penulis: V.I. Lenin Penerbit: Progress Publishers, Moscow, 1964 Tebal: 119 hlm. Sepanjang sejarahnya, istilah ‘imperialisme’ digunakan dalam arti yang beragam oleh pihak yang berbeda-beda. Istilah itu pertama kali menjadi kosakata politik di Inggris pada 1870-an. Namun, istilah itu baru digunakan secara umum pada 1890-an. Saat itu, istilah tersebut menjadi kosakata politik dan jurnalistik dalam wacana tentang penaklukan kolonial. Pada 1900-an, saat para intelektual mulai menulis buku tentangnya, [1] sebagian menggunakan istilah itu dengan penekanan pada rivalitas antar negara imperialis di Eropa. Sejak Perang Dunia II, istilah ‘imperialisme’ menjadi bermakna penindasan dan eksploitasi negara-negara lemah dan miskin oleh negara-negara kuat. [2]

Sosialisme Ilmiah

Judul: Socialism: Utopian and Scientific Sumber: Collected Works , Jilid 24 Penulis: Frederick Engels Penerbit: International Publishers, New York, 1989 Tebal: 44 hlm. Tidak mudah mendefinisikan sosialisme, karena ada begitu banyak variannya. Para pengguna istilah itu juga sering memakainya tanpa definisi yang jelas, seolah-olah istilah itu sudah jelas dengan sendirinya. Yang berbahaya dari membiarkan istilah itu tanpa definisi yang jelas adalah bahwa istilah tersebut kemudian bisa diklaim dan dijadikan justifikasi atas proyek politik tertentu yang belum tentu layak menyandang nama itu. Menjelang Pemilu 2009, misalnya, Partai Gerindra pernah diwacanakan sebagai partai yang membawa visi sosialis, meski kemudian dibantah oleh Prabowo sendiri. Menurutnya, Partai Gerindra tidak membawa visi sosialis murni, melainkan ekonomi kerakyatan yang bersifat campuran dan tidak mengharamkan kapitalisme.

Kontradiksi Kerja-Upahan dan Kapital

Judul: Wage-Labour and Capital Sumber: Wage-Labour and Capital & Value, Price and Profit Penulis: Karl Marx Penerbit: International Publishers, New York, 1976 Tebal: 45 hlm. Wage-Labour and Capital ( Kerja-Upahan dan Kapital , selanjutnya akan disebut Wage-Labour saja) pertama kali terbit dalam bentuk artikel berseri di surat kabar Neue Rheinische Zeitung , dimulai sejak 4 April 1849. Artikel berseri ini berisikan kumpulan ceramah Marx di Klub Pekerja Jerman (German Workingmen's Club) di Brussels pada 1847. Seperti yang dikatakan Marx dalam Bab Pendahuluan, tulisan ini bertujuan untuk ’memeriksa secara lebih dekat kondisi ekonomi di atas mana berdiri keberadaan kelas kapitalis serta kekuasaan kelasnya, dan juga perbudakan para pekerja.’[ 1 ] Dalam pamflet ini, juga dibahas basis ekonomi dari kontradiksi yang tak terdamaikan antara kelas kapitalis dengan pekerja.

Konteks Sosial-Historis Pemikiran Marx dan Engels

Sebuah pemikiran muncul karena dikondisikan oleh kenyataan sosial di zamannya. Secara umum, kemunculan Marxisme dikondisikan oleh munculnya cara produksi kapitalis, pertentangan kelas, dan berbagai macam diskursus yang menyertainya di Eropa. Marx (1818-1883) dan Engels (1820-1895) hidup tidak lama setelah dua momen historis penting yang menandakan kemenangan kapitalisme atas feodalisme di Eropa, yaitu Revolusi Industri di Inggris yang muncul pada 1780-an[ 1 ] dan Revolusi Perancis 1789. Karena perkembangan kapitalisme di tiap daerah di Eropa tidaklah merata, bisa dikatakan bahwa mereka hidup di masa 'transisi' sekaligus masa awal kapitalisme. Tulisan ini hendak menguraikan secara singkat kenyataan yang menjadi konteks sosial-historis dari pemikiran Marx dan Engels. Tulisan ini akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, kita akan membahas situasi umum di Eropa berupa kemunculan kapitalisme dan kebangkitan pemikiran modern. Lalu, kita akan membahas situasi spesifik di Jerman dan f